
Atrocity Propaganda Ala Israel

15 Naskah Pemenang Sayembara Naskah Kajian Literasi Terapan Berbasis Konten Lokal 2023

Radio, Berselancar di Atas Ombak Digital
Radio saat ini memasuki masa-masa krusial. Kemajuan teknologi, perubahan perilaku audiens dan kondisi pasar yang makin absurd menuntut stasiun radio melakukan perubahan menyeluruh, melakukan inovasi dan menentukan visi baru tentang media bernama radio.
Gaib Maruto Sigit (Pemimpin Redaksi MNC Radio Network)

Artificial Intelligence (AI) dalam Industri Komunikasi: Ancaman atau Peluang?

Glow Up: Buku Pegangan untuk Mahasiswa Mau Sukses

Mengemas Talkshow Radio di Era Digital
Jika station radio menggelar acara talkshow maka
tujuannya pendengar mengerti suatu persoalan dan dapat mengambil sikap dari
materi yang didiskusikan.
Talkshow radio saat ini berbeda dengan talkshow radioi
sebelumnya. Kemajuan teknologi dan pandemi covid-19 membuat orang-orang radio
menemukan format kreatif talkshow yang berbeda dari biasanya.
Talkshow Radio biasanya dilakukan dengan dua cara,
lewat telephone atau narasumber datang langsung ke studio. Kehadiran narasumber
ke studio menjadi kekuatan utama sebuah
talkshow karena komunikasi dengan penyiar lebih cair dan tidak ada hambatan
sinyal. Sementara talkshow lewat telepon memiliki resiko kualitas suara kurang
baik dan sambungan telepon yang bisa tiba-tiba putus.
Persamaan dari kedua model talkshow di atas, dilakukan
hanya untuk on air di radio saja. Jika pun ada video, biasanya kualitas gambar
dan suara tidak maksimal karena talkshow radio di desain memang untuk on air
ansich.
Talkshow Zaman Now
Hadirnya teknologi di tengah pandemi, bisa jadi berkah
sekaligus musibah bagi pengelola media konvensional. Musibah jika media tidak
bisa memanfaatkan teknologi dengan segala keterbatasan karena pandemi.
Kurangnya SDM karena WFH, kegagapan teknologi dan
sulitnya keluar dari zona nyaman membuat media itu tertinggal sehingga tidak
mampu bersaing dengan media lainnya. Menjadi berkah jika media tersebut mampu
beradaptasi dengan keadaan dan perkembangan zaman.
Pada saat pandemi, industri radio juga terdampak. Sejumlah kontrak iklan spot, PSA termasuk talkshow mingguan banyak yang ditunda hingga akhirnya dibatalkan. Klien dan narasumber takut ke studio karena covid dan adanya pembatasan.
Agar program tetap lanjut dan bisnis tetap jalan.
Talkshow dilakukan dengan menggunakan aplikasi zoom yang suaranya dimasukkan ke
mixer studio untuk di on air kan. Sementara gambarnya di tayangkan secara
langsung di youtube, portal, IG dan FB.
Kalau pun narasumber datang ke studio, penayangan di
platform lain selain on air juga sangat dimungkinkan sehingga sebaran talkshow
tersebut menjadi lebih luas.
Kini talkshow radio berubah dari sebelumnya hanya on
air saja, sekarang bisa secara simultan tayang di all platform media sosial. Hasil
dari talkshow tersebut bisa diambil untuk kepentingan media sosial, khususnya
quote-quote yang menarik atau kontroversial, seperti di IG dan tik tok.
Dampaknya, radio punya konten original untuk
ditayangkan di media sosial bukan ambil dari video orang lain. Selain itu
konten talkshow tersebut memiliki nilai lebih karena bisa dilihat dan dinikmati
dari berbagai platform media sosial. Sehingga dampaknya menjadi lebih luas.
Untuk mengemas radio talkshow di era digital
dibutuhkan kerja tim yang solid. SDM yang terampil dan didukung alat yang cukup
untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi terbaru.
(Gaib M. Sigit)

Tip Mewawancarai Narasumber untuk Penulisan Buku Nonfiksi

5 Kesalahan Blogger dalam Mengulas Brand
Semakin pesat pemanfaatan media sosial, brand owner pun semakin giat beriklan di media digital. Bukan hanya memiliki akun dan mengelola media sosialnya saja tetapi juga menggandeng blogger aktif yang memiliki banyak pengikut di media sosial. Bentuk kerjasamanya pun bermacam-macam, salah satunya dengan meminta mereka untuk membuat ulasan tentang brand tersebut di blog.
Bagi brand, penting untuk direkomendasikan oleh pengguna. Apalagi kalau produk-produk yang memerlukan bukti dari pengalaman pengguna lain. Produk perawatan wajah, misalnya. Konsumen cenderung akan memilih brand yang memang sudah terbukti bagus. Bagi mereka, cerita dari sesama pengguna lebih mengena dan dapat dipercaya. Sayangnya, ada beberapa kesalahan yang dilakukan blogger sehingga berdampak kurang maksimal bagi brand dan konsumen.
Pertama, hanya memindahkan product knowledge ke dalam tulisan.
Biasanya klien akan memberikan brief ke para blogger yang di dalamnya berisi, salah satunya, product knowledge. Semua hal yang berkaitan dengan produk, ditulis di situ. Informasi itu tentu saja sebatas informasi yang penyajiannya masih harus diolah lagi. Jadi jangan sampai saat mengulas brand, dari awal sampai akhir yang dibahas cuma “jualan” saja. Product knowledge harusnya hanya sebagai gambaran blogger tentang sebuah brand, selebihnya, kemas sendiri sesuai dengan pengalaman kita sebagai pengguna.
Kedua, tidak jujur dalam mengulas.
Pahami bahwa apa yang akan kita tulis, terlebih jika punya pengikut banyak di media sosial, akan berdampak bagi mereka. Sebagian boleh saja memahami bahwa apa yang kita tulis tidak selamanya murni sebagai pengguna melainkan menulis karena dibayar dan memiliki kewajiban untuk mempromosikan. Memang baiknya, ketika kita mengulas sebuah brand, kita memang sudah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam menggunakan brand tersebut. Meski bukan konsumen loyal tapi setidaknya bukan cuma pengguna beberapa hari lalu bisa mengklaim bahwa brand tersebut bagus. Maka, jujurlah dalam mengulas. Contoh nih, seorang blogger harus mengulas brand perawatan wajah. Dia baru memakai 1-2 kali tapi ditulis dalam blognya, “dari dulu aku selalu pakai pembersih ini makanya mukaku jarang banget jerawatan.” Hayooo… nggak boleh bohong. Kalaupun faktanya baru pakai beberapa hari, kamu bisa gunakan kata yang lebih tepat. Misalnya, “kemarin coba perawatan kulit baru dari Brand XXX, awal pakai… “ Jadi nggak perlu berlebihan dengan bilang “dari dulu” atau “aku selalu pakai brand ini” padahal kamu baru coba 2 kali. Please, deh.
![]() |
Peringatan Hari ASI yang diselenggarakan Anmum yang dihadiri blogger parenting. |
Ketiga, tidak menyesuaikan dengan persona.
Memang sih, ada brand owner yang memerlukan blog hanya sebagai media placement. Artinya, konten dibuat oleh brand owner dan blogger tinggal mengunggahnya di blog masing-masing. Kalau seperti ini, biasanya tulisannya sama. Sebetulnya, strategi ini kurang tepat karena sifatnya bukan press release. Namun lain waktu ya kita bahas soal ini.
Kembali ke tulisan yang tidak
menyesuaikan persona, blogger tidak menulis sesuai brand persona yang selama
ini dibangun. Atau minimal gaya menulisnya kurang luwes dan mencerminkan
dirinya. Padahal yang diperlukan adalah tulisan yang sesuai dengan gaya blogger
masing-masing. Kalau gaya tulisannya santai, dibumbui humor ya menulislah
seperti itu. Tentu dengan menyesuaikan brand yang kita sedang tulis.
Keempat, tidak mengecek dulu kandungan produk
Sebelum mengulas, pastikan sudah mengecek kandungan produk yah. Dari mulai kehalalan, bahan-bahan yang digunakan. Jangan sampai sudah dipublikasikan ternyata mengandung zat-zat yang tidak halal sementara sang blogger seorang muslim, misalnya. Mau dibatalkan kontraknya kan enggak enak… Makanya, sebelum ambil tawaran pekerjaan, pelajari dulu baik-baik ya.
Kelima, menjelek-jelekkan brand lain di kategori produk sejenis
Meskipun pernah kecewa dengan kompetitor brand tersebut, jangan menjelek-jelekkan atau membandingkan dengan brand yang kamu sedang ulas. Apalagi sampai menyebut nama. Meksipun tujuanmu menulis untuk mengangkat brand yang sedang kamu ulas, tetap saja cara ini kurang bijak dan tidak menguntungkan klienmu.
Aprilina Prastari
Risala Branding