Seorang ibu muda (sebut saja Riri)
berkeluh kesah di akun media sosialnya. Hari itu dia dibuat kesal oleh seorang
penjual produk kecantikan. Sebetulnya, penjual tersebut merupakan teman kantor
lamanya yang sudah beberapa tahun tidak bertemu. Hingga suatu hari, ia
dihubungi via WA, mengatakan kalau ia kangen dan mengajak bertemu.
“Wah, aku juga kangen nih tapi
aku lagi sibuk banget…”
“Yaa.. luangin waktu dong.
Memangnya kamu nggak kangen sama aku?”
Beberapa kali penjual tersebut
berusaha mengajak bertemu. Tak enak hati, meski sedang sibuk, ia pun meluangkan
waktu untuk bertemu pada hari Sabtu, mengambil waktu bermain bersama buah
hatinya.
Sepuluh menit pertama, obrolan
diwarnai dengan mengenang masa lalu. Lima menit kemudian, mulailah penjual itu
membuka pembicaraan.
“Eh, aku tuh sekarang lagi
merintis usaha.”
“Usaha apa?”
“Aku jual produk kecantikan. Aku
kan dulu jerawatan, nah setelah pakai ini, jadi nggak jerawatan lagi. Nih, kamu
lihat deh katalognya. Makanya aku ajak kamu ketemuan, supaya kenalan sama
produk bagus ini.”
Riri terdiam. Ia merasa kecewa. Sebagai
teman, ia berusaha meluangkan waktu untuk bertemu. Andaikan dari awal temannya
mengungkapkan keinginananya untuk bertemu karena ingin menjual produknya, tentu
ia tak sekecewa itu.
Demi menjual produk, tidak jarang
penjual melakukan apapun. Apalagi jika produknya mahal dan menyasar kalangan
tertentu saja. Sayangnya, banyak penjual yang kurang memerhatikan etika dalam
berjualan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Jangan
pernah berbohong. Berjualan merupakan kegiatan hebat. Apalagi jika yakin produk
yang Anda jual memang bagus. Berterus terang dari awal lebih baik agar teman
yang akan Anda ajak bertemu dapat menentukan waktu tepat yang nyaman untuk
dirinya. Jika memang ia tertarik, tentu ia akan bersedia menemui Anda. Perasaan
nyaman dengan penjual bisa jadi menentukan apakah ia akan membeli atau tidak.
Setidaknya, jika bukan saat itu, ia tetap akan mengingat produk yang Anda jual.
Jika suatu saat memerlukannya, ia akan menghubungi Anda.
2. Jangan
memaksa. Ada beberapa calon pembeli yang sangat berhati-hati dalam mengeluarkan
uang. Tak perlu memborbardirnya dengan mengirim pesan berkali-kali secara
pribadi jika memang ia sudah pernah menolaknya, baik itu penolakan secara
implisit maupun yang secara terang-terangan. Penolakan secara implisit
misalnya, ia hanya memberi ikon jempol atau senyum dan ucapan terima kasih. Mengingatkan
lagi sih boleh saja tapi jangan berlebihan. Lebih baik, promolah di akun media
sosial Anda sendiri.
Tak kalah penting, jangan baper
saat ditolak. Bukankah setiap orang berhak menentukan untuk membeli atau tidak.
Jangan sampai, pertemanan menjadi rusak karena dikejar target, ya. (APR)
No comments:
Post a Comment