5 Kesalahan Blogger dalam Mengulas Brand

/ /

    Semakin pesat pemanfaatan media sosial, brand owner pun semakin giat beriklan di media digital. Bukan hanya memiliki akun dan mengelola media sosialnya saja tetapi juga menggandeng blogger aktif yang memiliki banyak pengikut di media sosial. Bentuk kerjasamanya pun bermacam-macam, salah satunya dengan meminta mereka untuk membuat ulasan tentang brand tersebut di blog.

  Bagi brand, penting untuk direkomendasikan oleh pengguna. Apalagi kalau produk-produk yang memerlukan bukti dari pengalaman pengguna lain. Produk perawatan wajah, misalnya. Konsumen cenderung akan memilih brand yang memang sudah terbukti bagus. Bagi mereka, cerita dari sesama pengguna lebih mengena dan dapat dipercaya. Sayangnya, ada beberapa kesalahan yang dilakukan blogger sehingga berdampak kurang maksimal bagi brand dan konsumen.

    Pertama, hanya memindahkan product knowledge ke dalam tulisan.

    Biasanya klien akan memberikan brief ke para blogger yang di dalamnya berisi, salah satunya, product knowledge. Semua hal yang berkaitan dengan produk, ditulis di situ. Informasi itu tentu saja sebatas informasi yang penyajiannya masih harus diolah lagi. Jadi jangan sampai saat mengulas brand, dari awal sampai akhir yang dibahas cuma jualan saja. Product knowledge harusnya hanya sebagai gambaran blogger tentang sebuah brand, selebihnya, kemas sendiri sesuai dengan pengalaman kita sebagai pengguna.

    Kedua, tidak jujur dalam mengulas.

   Pahami bahwa apa yang akan kita tulis, terlebih jika punya pengikut banyak di media sosial, akan berdampak bagi mereka. Sebagian boleh saja memahami bahwa apa yang kita tulis tidak selamanya murni sebagai pengguna melainkan menulis karena dibayar dan memiliki kewajiban untuk mempromosikan. Memang baiknya, ketika kita mengulas sebuah brand, kita memang sudah memiliki pengalaman yang cukup lama dalam menggunakan brand tersebut. Meski bukan konsumen loyal tapi setidaknya bukan cuma pengguna beberapa hari lalu bisa mengklaim bahwa brand tersebut bagus. Maka, jujurlah dalam mengulas. Contoh nih, seorang blogger harus mengulas brand perawatan wajah. Dia baru memakai 1-2 kali tapi ditulis dalam blognya, dari dulu aku selalu pakai pembersih ini makanya mukaku jarang banget jerawatan. Hayooo nggak boleh bohong. Kalaupun faktanya baru pakai beberapa hari, kamu bisa gunakan kata yang lebih tepat. Misalnya, kemarin coba perawatan kulit baru dari Brand XXX, awal pakai Jadi nggak perlu berlebihan dengan bilang dari dulu atau aku selalu pakai brand ini padahal kamu baru coba 2 kali. Please, deh.

    

Peringatan Hari ASI yang diselenggarakan Anmum yang dihadiri blogger parenting. 


    Ketiga, tidak menyesuaikan dengan persona.

    Memang sih, ada brand owner yang memerlukan blog hanya sebagai media placement. Artinya, konten dibuat oleh brand owner dan blogger tinggal mengunggahnya di blog masing-masing. Kalau seperti ini, biasanya tulisannya sama. Sebetulnya, strategi ini kurang tepat karena sifatnya bukan press release. Namun lain waktu ya kita bahas soal ini.

    Kembali ke tulisan yang tidak menyesuaikan persona, blogger tidak menulis sesuai brand persona yang selama ini dibangun. Atau minimal gaya menulisnya kurang luwes dan mencerminkan dirinya. Padahal yang diperlukan adalah tulisan yang sesuai dengan gaya blogger masing-masing. Kalau gaya tulisannya santai, dibumbui humor ya menulislah seperti itu. Tentu dengan menyesuaikan brand yang kita sedang tulis.

    




     Keempat, tidak mengecek dulu kandungan produk

   Sebelum mengulas, pastikan sudah mengecek kandungan produk yah. Dari mulai kehalalan, bahan-bahan yang digunakan. Jangan sampai sudah dipublikasikan ternyata mengandung zat-zat yang tidak halal sementara sang blogger seorang muslim, misalnya. Mau dibatalkan kontraknya kan enggak enak… Makanya, sebelum ambil tawaran pekerjaan, pelajari dulu baik-baik ya.

   Kelima, menjelek-jelekkan brand lain di kategori produk sejenis

 Meskipun pernah kecewa dengan kompetitor brand tersebut, jangan menjelek-jelekkan atau membandingkan dengan brand yang kamu sedang ulas. Apalagi sampai menyebut nama. Meksipun tujuanmu menulis untuk mengangkat brand yang sedang kamu ulas, tetap saja cara ini kurang bijak dan tidak menguntungkan klienmu. 


Aprilina Prastari

Risala Branding

No comments:

Post a Comment